Kamis, 30 Juni 2011

AGAR SELALU BERTAUBAT

Taubat menurut bahasa berarti “kembali”. Menurut peraturan agama (syara’) berarti “kembali” meninggalkan perkara yang dicela oleh agama dan mengerjakan perkara yang terpuji di dalam agama”

Taubat itu ada permulaan dan kesudahannya. Permulaannya adalah bertaubat dari dosa-dosa besar, lalu bertaubat dari dosa-dosa kecil, kemudian bertaubat dari perkara yang menyimpang dari keutamaan. Setelah itu lalu bertaubat dari dugaan mengenai kebaikan-kebaikan dirinya, kemudian bertaubat dari dugaan bahwa dirinya termasuk kekasih Allah (waliyullah) lalu bertaubat dari dugaan bahwa dirinya benar-benar telah bertaubat dan akhirnya bertaubat dari kehendak hati yang tidak diridhai Allah.

Adapun kesudahannya (puncaknya) ialah bertaubat kepada Allah sewaktu-waktu lupa dari melihatNYA (mengingatNYA) walau hanya sekejap.[1]

Para ahli tahqiq (yang dalam pengetahuan agamanya) menerangkan bahwa orang yang menyesali dan mengakui perbuatan dosanya, dia benar-benar telah sah taubatnya. Karena sesungguhnya Allah tidak menerangkan kepada kita perihal taubatnya Nabi Adam as kecuali hanya pengakuan dan penyesalan beliau. Seandainya disitu ada perkara lain selain pengakuan dan penyesalan, pasti Allah menceritakan kepada kita.

Firman Allah

Artinya: “Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kai sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi। “ (QS. Al-‘Araaf : 23)

Adapun kata para ulama, bahwa sebagian dari syarat bertaubat adalah harus meninggalkan dosa yang dilakukan serta mempunyai hasrat atau niat yang kuat tidak akan menjalankan dosa lagi, itu hanyalah pengambilan mereka dari segi perekaan. Sebab orang yang menyesal dari suatu perbuatan, sudah pasti akan meninggalkan dosa yang telah dilakukannya dan mempunyai hasrat untuk tidak akan melakukan dosa lagi.

Suatu hal yang sudah maklum, bila seseorang mau bertaubat maka dengan taubatnya itu, semua perbuatan yang gegabah terhadap hak Allah swt pasti diampuni. Demikian itu pula penganiayaan terhadap dirinya sendiri kecuali syirik (menyekutukan Allah) dan merampas hak-hak hamba Allah seperti harta benda dan kewibawaan, dll.

Sebagian ulama mengatakan, “Barangsiapa memperkuat kedudukan taubatnya, pasti ia akan dijaga dari segala sesuatu yang mencampuri ikhlas di dalam amal-amalnya.”

Artinya orang itu selalu ikhlas dalam semua amalnya tanpa pamrih apapun kecuali karena Allah. Taubat yang bisa membuahkan seperti ini, berarti telah menempati kedudukan “zuhud” dalam perkara dunia. Sifat zuhud ini bisa menjaga seseorang dari perkara yang dapat menghalang-halangi hatinya untuk melihat (ingat) kepada Allah swt.

Berkata Muhammad bin ‘Inan, “Barangsiapa yang lurus didalam taubatnya dari berbagai kemaksiatan maka ia dapat lebih meningkat taubatnya dari setiap perkara yang tidak ada gunanya. Sebaliknya barangsiapa yang tidak bisa tetap lurus di dalam taubatnya, maka ia tidak bisa merasakan bau taubat dari perbuatan dan omong kosong, ia pun tidak kuasa menjaga hasrat hatinya selama-lamanya. Bahkan ia akan tenggelam dalam hasrat kemaksiatan sampai kepada di dalam shalatnya.

Firman Allah swt :

Artinya: “Hendaknya kamu bisa tetap lurus (didalam taubat) sebagaimana kamu telah diperintahkan dan orang yang bertaubat bersama kamu.” QS. Hud :112)

[1] Ingat do’a Nabi Muhammad saw bila keluar dari jamban/wc/tolet yaitu gufronak = ampunilah aku, hal ini didasari karena tidak bolehnya menyebut asma Allah di tempat seperti itu, yang menyebabkan rasa kebersalahan beliau। Untuk itu beliau bertaubat kembali setelah keluar dengan mengucapkan doa tersebut।

Tidak ada komentar:

Posting Komentar